Zakat merupakan bagian dari kesalehan sosial yang diajarkan dalam Islam. Saking pentingnya, zakat menjadi rukun Islam. Secara garis besar, zakat ada dua. Yakni zakat mal dan zakat fitrah atau bisa juga disebut zakat badan.
Tinggal di Indonesia dengan masyarakat yang berbeda latar belakang suku, agama, ras dan lain sebagainya, tentu saja.
Di Indonesia, toleransi dan
kerukunan antarumat beragama sudah terjalin sejak ratusan tahun silam.
Tentu kadang ada pertanyaan, bagaimana hukumnya memberikan zakat fitrah
untuk nonmuslim?
Sebab, tidak semua nonmuslim kaya. Di antara mereka ada yang fakir dan miskin. Ada pandangan berbeda dari tiga mazhab, yakni Mazhab Syafi'i, Mazhab
Hanafi dan Mazhab Hanbali. Imam Syafi'i tidak membolehkan, sementara
Imam Abu Hanifah dan Imam Hanbali membolehkan.
Berikut penjelasannya.
Mengutip laman nu.or.id,
dalam mazhab Syafi’i, zakat fitrah tidak diperbolehkan diberikan kepada
non-Muslim, baik kaya atau miskin, dzimmi (yang berdamai) atau harbi
(yang memerangi). Larangan tersebut juga berlaku untuk zakat mal.
Larangan tersebut berlandaskan dalil hadits Nabi saat mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal:
صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم
“Sedekah yang diambil dari orang kaya mereka (Muslimin), kemudian
diberikan kepada orang faqir mereka (Muslimin). (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Namun, boleh memberikan bagian dari harta zakat kepada non-Muslim
yang menjabat sebagai petugas penimbang, humasi atau penjaga harta
zakat. Kebolehan tersebut bukan pemberian atas nama zakat, namun atas
nama upah dari pekerjaan mereka (dari bagian amil zakat). Dalam kitab
al-iqna’ dijelaskan:
و ) الخامس (لا تصح للكافر) لخبر الصحيحين صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد
على فقرائهم ، نعم الكيال والحمال والحافظ ونحوهم يجوز كونهم كفارا
مستأجرين من سهم العامل لأن ذلك أجرة لا زكاة . وإنما جاز في الحمال
والكيال ومن ذكر معهما أن يكون كافرا أو هاشميا أو مطلبيا لأن ما يأخذه
العامل أجرة لا زكاة ؛ لأن الاستئجار أخرجه عن كونه زكاة حقيقة كما ذكره
الشارح
“Yang kelima, tidak sah zakat kepada non-Muslim karena hadits
al-Bukhari dan Muslim ‘Sedekah yang diambil dari orang kaya mereka
(Muslimin)’, kemudian diberikan kepada orang faqir mereka (Muslimin).
Namun, penakar, pembawa, penjaga dan sesamanya boleh dari seorang
non-Muslim yang disewa dari bagian amil, sebab hal tersebut adalah upah,
bukan zakat.” (Syekh al-Khathib al-Syarbini, al-Iqna’ Hamisy Hasyiyah
al-Bujairami, juz 6, halaman 394).
Dalam komentarnya atas keterangan di atas, Syekh Sulaiman al-Bujairimi menegaskan:
وإنما جاز في الحمال والكيال ومن ذكر معهما أن يكون كافرا أو هاشميا أو
مطلبيا لأن ما يأخذه العامل أجرة لا زكاة ؛ لأن الاستئجار أخرجه عن كونه
زكاة حقيقة كما ذكره الشارح
“Dibolehkannya petugas distribusi dan penakar serta yang disebutkan
bersama keduanya dari non-Muslim, Bani Hasyim dan Bani Muthallib, sebab
harta yang diambil oleh amil adalah upah, bukan zakat, sebab penyewaan
jasa mengeluarkan harta tersebut dari zakat secara hakikat, sebagaimana
yang disebutkan pensyarah.” (Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah
al-Bujairimi ‘ala al-Iqna’, juz.6, hal.394).
Pandangan Mazhab Hanafi
Menurut pandangan Imam Abu Hanifah dan muridnya Muhammad, dibolehkan
memberikan zakat fitrah kepada non-Muslim dzimmi yang fakir. Landasan
mereka adalah ayat:
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا
وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن
سَيِّئَاتِكُمْ
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu.” (QS al-Baqarah: 271).
Ayat tersebut tidak membedakan fakir yang Muslim dan non-Muslim,
kecuali dalam masalah zakat mal, karena ada larangan khusus dalam
haditsnya sahabat Mu’adz, yang kedudukannya men-takhsish ayat ini.
Alasan lainnya, memberikan zakat kepada kafir dzimmi yang fakir adalah
termasuk mendatangkan kebaikan kepada mereka, dan hal tersebut bukan
merupakan larangan dalam syari’at. Syekh Wahbah al-Zuhaili mengatakan:
وهل يجوز صرفها إلى أهل الذمة؟ قال أبو حنيفة ومحمد يجوز، لقوله تعالى:
(إن تبدوا الصدقات فنعما هي، وإن تخفوها وتؤتوها الفقراء، فهو خير لكم،
ويكفر عنكم من سيئاتكم) من غير تفرقة بين فقير وفقير، وعموم هذا النص يقتضي
جواز صرف الزكاة إليهم، إلا أنه خص منه الزكاة لحديث معاذ، وقوله تعالى في
الكفارات (فكفارته إطعام عشرة مساكين) من غير تفرقة بين مسكين ومسكين، إلا
أنه خص منه الحربي بدليل حتى لا يكون ذلك إعانة لهم على قتالنا، ولأن صرف
الصدقة إلى أهل الذمة من باب إيصال البر إليهم، وما نهينا عن ذلك
“Apakah boleh memberikan zakat fitrah, kafarat dan nadzar kepada ahli
dzimmah? Abu Hanifah dan Muhammad menyatakan boleh, karena firman
Allah, ‘Jika kamu menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu’ (QS. Al-Baqarah:
271).
Ayat ini tidak membedakan status agama fakir yang menerima zakat,
keumuman nash ini menuntut dibolehkannya berzakat kepada non-Muslim,
hanya dari dalil tersebut dikecualikan zakat mal karena haditsnya
sahabat Mu’adz, dan berdasarkan ayat tentang kafarah, maka kaffarat
(melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga
hari (QS al-Maidah: 89).
Ayat ini tidak membedakan status agama miskin, kecuali kafir harbi
yang ada larangan khusus sehingga pemberian zakat tidak menolong mereka
untuk memerangi kita. Argumen lain, pemberian zakat fitrah kepada ahli
dzimmah tergolong memberikan kebaikan kepada mereka dan kita tidak
dicegah untuk hal tersebut.” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, juz 3, halaman 310).
Pandangan Mazhab Hanbali
Dalam
pandangan mazhab Hanbali ditegaskan, boleh memberi zakat (termasuk
zakat fitrah) kepada non-Muslim yang menjadi panutan di kelompoknya
ketika terdapat salah satu dari dua alasan.
Pertama, diharapkan keislamannya. Kedua, ketika dikhawatirkan aksinya
dapat menyerang orang Islam. Pemberian zakat kepada non-Muslim dengan
ketentuan di atas diambilkan dari bagian muallaf qulubuhum. Syekh Ibnu
Quddamah mengatakan:
المؤلفة قلوبهم قسمان: كفار ومسلمون، وهم جميعا السادة المطاعون في
عشائرهم كما ذكرنا فالكفار ضربان (أحدهما) من يرجى إسلامه فيعطى لتقوى نيته
في الاسلام وتميل نفسه إليه فيسلم فان النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح
مكة أعطى صفوان بن أمية الامان واستصبره صفوان أربعة أشهر لينظر في أمره
وخرج معه إلى حنين، فلما أعطي النبي صلى الله عليه وسلم العطايا قال صفوان:
مالي؟ فأومأ النبي صلى الله عليه وسلم إلى واد فيه إبل محملة فقال " هذا
لك " فقال صفوان هذا عطاء من لا يخشى الفقر (والضرب الثاني) من يخشى شره
فيرجى بعطيته كف شره وكف شر غيره معه. فروى ابن عباس أن قوما كانوا يأتون
النبي صلى الله عليه وسلم فان أعطاهم مدحوا الاسلام وقالوا هذا دين حسن،
وإن منعهم ذموا وعابوا
“Muallaf qulubuhum ada dua, Muslim dan non-Muslim, mereka semua
adalah tuan yang menjadi panutan di kelompoknya seperti yang telah kami
sampaikan. Non-Muslim ada dua. Pertama, orang yang diharapkan
keislamannya, maka diberikan zakat agar niatnya memeluk islam kuat dan
dapat mencondongkan hatinya untuk memeluk islam, sesungguhnya Nabi saat
pembebasan kota Mekah memberikan jaminan keamanan kepada Shofwan bin
Umayyah, dan Shofwan menguji Nabi selama empat bulan untuk melihat sikap
beliau dan keluar bersama Nabi di perang Hunain. Saat Nabi memberinya
beberapa pemberian, Shofwan mengatakan, apa ini?. Lalu Nabi berisyarah
menuju bukit yang terdapat unta di dalamnya, Nabi mengatakan, ini
untukmu. Shofwan menjawab, ini adalah pemberian orang yang tidak takut
faqir. Kedua, non-Muslim yang dikhawatirkan keburukannya, maka
diharapkan pemberian zakat kepadanya dapat mencegah keburukannya dan
para pengikutnya. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa suatu kelompok datang
kepada Nabi, bila Nabi memberi mereka, maka mereka memuji islam dan
berkata, ini adalah agama yang baik. Bila Nabi tidak memberi, mereka
mencela.” (Ibnu Quddamah al-Maqdisi, al-Syarh al-Kabir, juz 2, hal 697).
Catatan
Meski ada celah pembenaran memberikan zakat fitrah kepada non-Muslim,
dalam kondisi normal dan masih banyaknya umat Islam yang miskin,
sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan. Dalam konteks ini lebih utama
memberikan zakat fitrah kepada seorang Muslim, sebab zakat dapat
membantu mereka untuk melakukan ketaatan. Syekh Wahbah al-Zuhaili
mengatakan:
وأما ما سوى الزكاة من صدقة الفطر والكفارات والنذور، فلا شك في أن
صرفها إلى فقراء المسلمين أفضل؛ لأن الصرف إليهم يقع إعانة لهم على الطاعة
“Adapun selain zakat dari sedekah fitri, kafarat dan nadzar, tidak
diragukan lagi mengalokasikannya kepada orang Islam yang fakir lebih
utama, sebab memberikan kepada mereka dapat membantu mereka melakukan
ketaatan.” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 3,
halaman 310). (Sumber: NU Online)