Ilustrasi Ucapan Pernikahan @Unsplash |
Tak bisa dipungkiri, hidup dalam masyarakat beragam membuat kehidupan sosial agama begitu dinamis. Salah satu yang menarik adalah kemungkinan seseorang keluar dari agamanya untuk menikah dengan orang yang dicintai, yang kebetulan beda agama.
Jika seorang muslim keluar Islam demi menikahi orang yang dicintainya, hukumnya jelas haram. Secara otomatis, orang tersebut telah murtad bahkan ketika di dalam hatinya timbul niat atau rencana untuk keluar agama Islam di waktu tertentu kelak.
Lantas, bagaimana dengan seseorang yang masuk Islam atau mualaf karena ingin menikah dengan muslim atau muslimah?
Mengutip umma.id, keimanan itu bersumber dari hati, atas dasar itulah maka niat menjadi dasar terbesar dalam syari’at Islam, maka dari itu ada sebuah hadits yang oleh para ulama dianggap sebagai setengah dari agama, para ulama pun banyak yang memulai bukunya dengan dengan hadits tersebut, seperti Imam Bukhori –rahimahullah- dalam Shahihnya yang diriwayatkan oleh Umar bin Khathab –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Saya mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ )البخاري : 1)
“Sesungguhnya semua perbuatan itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan, barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang diinginkannya atau seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka (pahala) hijrahnya sesuai dengan niat hijrahnya”. (HR. Bukhori: 1)
وفي رواية مسلم : ( فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ) مسلم 3530
Dan dalam riwayat Muslim: “Barang siapa yang (niat) hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka (pahala) hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang diinginkannya atau wanita yang ingin dinikahinya maka (pahala) hijrahnya sesuai dengan niat hijrahnya”. (HR. Muslim: 3530)
Status Keislaman dan Keabsahan Pernikahan
Atas dasar inilah maka dalam masalah ini ada dua sisi:
Pertama: Berkaitan dengan diterimanya keislamannya oleh Allah, hadits di atas menunjukkan tidak diterima keislamannya jika didasari hanya dengan niat menikah saja, dan keimanannya belum terpatri di dalam hatinya.
Kedua: Berkaitan dengan berlakunya hukum Islam secara dzahir, maka laki-laki tersebut jika telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan syi’ar-syi’ar Islam, dan tidak melakukan sesuatu yang membatakannya, maka statusnya sama dengan kaum muslimin dan dibolehkan menikah dengan wanita muslimah tersebut; karena kita semua diperintah oleh syari’at untuk menilai orang dari sisi dzahir perbuatan mereka, kita semua tidak diperintahkan untuk mencari tahu isi hatinya sebagaimana dalam hadits Abu Sa’id al Khudri –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
” إِنِّي لَمْ أُؤمَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلا أَشُقَّ بُطُونَهُمْ ” البخاري 4004 مسلم 1763 .
“Sesungguhnya saya tidak diperintah untuk membelah hati manusia, dan tidak juga merobek perut mereka”. (HR. Bukhori: 4004 dan Muslim 1763)
Semoga laki-laki di atas jika telah masuk Islam meskipun dengan niat untuk menikah, kemudian memahami ajaran Islam yang pada akhirnya mendorongnya untuk memperbaiki niatnya, hingga niat masuk Islamnya menjadi murni karena Allah, keislamannya pun menjadi baik, Allah pun akan menerima keislamannya. Dan bagi siapapun yang mungkin memiliki hubungan dengan laki-laki tersebut agar menasehatinya bahwa tujuan utama dalam Islam adalah hanya untuk Allah dan masuk Islam dengan sebenarnya. Adapun tujuan pernikahan adalah menjadi tujuan kedua dan sebab untuk memasuki nikmat tersebut bukan tujuan. Bisa jadi wanita muslimah tersebut menjadikan pernikahan dengannya menjadi motivasi bagi laki-laki tersebut untuk masuk Islam, sebagaimana yang pernah terjadi pada Ummu Sulaim –radhiyallahu ‘anha- tentang pernikahannya dengan Abu Thalhah –radhiyallahu ‘anhu-. Dari Anas berkata:
تَزَوَّجَ أَبُو طَلْحَةَ أُمَّ سُلَيْمٍ فَكَانَ صَدَاقُ مَا بَيْنَهُمَا الإِسْلامَ أَسْلَمَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ قَبْلَ أَبِي طَلْحَةَ فَخَطَبَهَا فَقَالَتْ إِنِّي قَدْ أَسْلَمْتُ فَإِنْ أَسْلَمْتَ نَكَحْتُكَ فَأَسْلَمَ فَكَانَ صَدَاقَ مَا بَيْنَهُمَا. النسائي3288 وصححه الألباني في صحيح سنن النسائي 3133 .
“Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, dan yang menjadi mahar dalam pernikahan tersebut adalah Islam, Ummu Sulaim lebih dulu masuk Islam dari pada Abu Thalhah, ia pun melamarnya, Ummu Sulaim pun berkata: “Saya sudah masuk Islam, jika kamu masuk Islam maka saya mau menikah denganmu, ia pun akhirnya masuk Islam dan keislaman itulah yang menjadi mahar pernikahan mereka berdua”. (HR. Nasai 3288, dan di shahihkan oleh al Baani dalam Shahi Sunan Nasai: 3133)
Adapun analisis bisa diterima keislamannya –sebagaimana yang ada dalam soal di atas- dengan bertambahnya jumlah umat Islam adalah tidak benar; karena bertambahnya jumlah umat Islam, meskipun hal itu adalah baik dan menjadi tujuan, namun hal itu tidak menjadi sebab diterimanya orang yang berpura-pura masuk Islam dan tidak beriman dengan sesungguhnya; karena Islam memperhatikan bagaimana dan berapa bukan hanya berapa saja. Seorang yang jujur dalam agamanya lebih baik dari 1000 para pendusta dalam agama. Wallahu a’alam.
Penjelasan Buya Yahya Soal Mualaf karena Ingin Menikahi Muslimah
Di tengah masyarakat sering terjadi pernikahan dengan mempelai yang sebelumnya berlatar belakang bangsa, suku, atau agama yang berbeda. Khusus mengenai agama, kerapkali ada pria nonmuslim menikahi muslimah atau sebaliknya.
Soal ini, KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya menjelaskan, tidak ada larangan seseorang mualaf karena akan menikahi perempuan Islam. Namun bagitu, Buya Yahya memberi catatan apa saja yang harus dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan.
Langkah pertama, adalah membangu keyakinan orang yang hendak masuk Islam tersebut. Misalnya agama asal adalah Nasrani, maka dia harus secara sadar menyatakan bahwa Yesus bukanlah Tuhan melainkan nabi dan tang diutus Tuhan.
Kemudian, baru orang tersebut masuk Islam. Caranya yakni dengan mengucapkan kalimah syahadat. Dalam kondisi seperti ini, talqin bisa dilakukan secepatnya.
"Anda pun bisa mentalqin, bisa lewat telepon. Tidak harus ketemu kiai. Secepatnya. Siapa tahu besoknya dia mati. Kalau mati dia sudah mengucapkan, Laa ilaaha illallah," ucap Buya Yahya, dikutip dari saluran YouTube Albahjah TV, Kamis (19/8/2022).
Setelah masuk Islam, baru kemudian masuk ke tahap selanjutnya, yakni menikah. Dengan begitu, pernikahannya sah.
Keyakinan Calon Mualaf
Buya Yahya memperingatkan agar keluarga muslim berhati-hati dengan pernikahan dengan orang yang berasal dari agama berbeda meski menyatakan akan masuk Islam.
Dia menceritakan, pada suatu hari pernah diminta untuk mentalqin orang yang hendak masuk Islam karena ingin menikahi muslimah. Buya saat itu menanyakan pada orang tersebut apakah yang bersangkutan sudah yakin bahwa Yesus bukan Tuhan.
Namun ternyata orang tersebut terdiam. Saat itu juga, Buya Yahya membatalkan talqin. Sebab, syahadat tidak akan berarti jika orang tersebut belum yakin bahwa Allah SWT adalah Tuhan satu-satunya.
Menikah adalah persoalan lain. Jika ternyata dia masuk Islam hanya gara-gara ingin menikah, makatidak diterima. Sebab, dia belum yakin bahwa Yesus bukan Tuhan.
"Dia diam. Batal. Dia mau syahadat seribu kali tidak ada artinya. Tidak boleh syahadat di depan saya," ujar dia.
Di sisi lain, Buya Yahya juga mengimbau agar muslimah atau keluarga muslim menikah atau menikahkan dengan orang yang segama. Sebab, agama adalah soal keselamatan di akhirat.
"Agama itu mahal, keselamatanmu di akhirat. Kan laki-laki tidak hanya dia saja," ucap Buya Yahya.
Dia pun mengimbau agar seorang muslimah memilih pria dengan agama yang sudah jelas. Dikhawatirkan, meski sudah mualaf, saat sudah menikah pasangannya tersebut akan kembali murtad jika keislamannya belum jelas. Sebab, saat pasangannya sudah murtad, dengan sendirinya pernikahan batal dan hubungan suami istri jadi zina.
"Ini bukan merendahkan agama lain, tidak. Yang Nasrani biarkan
menikah dengan yang Nasrani. Kita menghargai Toleransi tidak berarti
kita menikahi dia. Toleransi kita kalau dia mau menikah ya kita bantu.
Kalau minta uang yang dikasih. Bukan berarti menikahi dia, atau
menikahkan dia dengan anak kita. Akhirat harus kita pikirkan," tandas
dia.
0 comments:
Post a Comment